Formulir Kontak

 

Dakwah Sufistik ISHARI, dakwah ala NU

Dalam berdakwah, Nu atau Nahdltul Ulama sudah dikenal semua orang lewat metode dakwahnya yang sangat luwes. Nu tidak suka membid’ah-bid’ahkan, mengkafir-kafirkan, atau mearaang sesuatu yang berbau tidak jelas atau syubhat. Tetapi malah memodifikasinya atau menunjukkan yang ebih baik seperti apa. Itulah yang membuat Nu mudah diterima oleh berbagai kalangan baik golongan eksekutif maupun golongan orang awam sekalipun.
Nu adalah sebuah organisasi yang berbasis sosial keagamaan yang tujuan utamanya salah satunya adalah untuk berdakwah atau menyiarkan agama islam. Nu memiliki berbagai macam banom untuk mempermudah lakunya, misalnya dalam tingkat pemuda ada GP Ansor, sedangkan untuk wanitanya ada Fatayat Nu, untuk kalangan pelajar, ada Ipnu-Ippnu, dalam bidang seni hadrah, ada Ishari, dalam bidang zakat,waqaf,perbintangan,tahfidz qur’an,politik dan lain-lain. Nu telah menyediakan wadahnya hampir di setiap bidang. Sehingga memudahkan masyarakat untuk lebih kenal dengan NU.
Di desa Tropodo Waru-Sidoarjo, yakni adalah desa yang saya tempati. masyarakat desa ini mayoritas orang Nu dan aktif dalam berpartisipasi dalam berbagai kegiatan Nu. Ada suatu wadah Nu yang sangat cocok menurut saya untuk dijadikan metode dakwah, yakni adalah Ishari, atau singkatan dari Ikatan Seni Hadrah Indonesia.
Ishari adalah organisasi sosial keagamaan yang menjalankan thariqah mahabbaturrasul atau biasa disingkat thariqah mahabbah saja, dengan melalui pembacaan Kitab Maulid Syaraf al-Anami dengan tambahan shalawat hadrah yang berfungsi sebagai jawaban yang saling bersahutan, diiringi rebnaa (ad-duff) dan dengan tarian roddat serta tepuk tangan yang disebut drek (tashfiq) sebagai ekspresi rasa cinta dan bangga terhadap Rasulullah saw. Sementara kitab Maulid Syaraf al- Anam sendiri, menurut keterangan dalam Kitab Fath al-Shomad karya Syaikh Nawawi al-Bantani sebagaimana dinukil Muhammad Nuruddin al-Fasuruwani merupakan karya Syaikh Ibnu Jauzi atau yang lebih dikenal dengan al-Imam Ibnu Qasim al-Hariri.
Sementara itu, makna “hadrah” yang terdapat dalam singkatan ISHARI secara bahasa, menurut Nuruddin mempunyai dua makna yaitu: Pertama, hadrah dengan makna hadir atau datang ke majelis hadrah dengan membaca shalawat Nabi Muhammad saw dan bertujuan untuk menghadirkan secara maknawi sifat-sifat dan akhlak Rasulullah saw, agar ia bisa melaksanakan sifat-sifat & akhlak Rasulullah tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, hadrah dengan makna hadir atau datang ke majelis hadrah dengan membaca shalawat Nabi dan bertujuan untuk merefleksikan diri sebagai rasa syukurnya menjadi umat Muhammad (khaira ummah) di dunia dan akhirat. Sedangkan secara istilah menurut Habib Taufiq bin Abdul Qadir as-Seqqaf Pasuruan sebagaimana dinukil Nuruddin berarti kumpulan bait-bait syair yang memuat pujian dan sanjungan terhadap Nabi Muhammad saw, dan kata “hadrah” mempunyai kesinoniman dengan “Qasidah” dan “Nasyid”.
Sejarah ISHARI tidak bisa lepas dari peran Habib Syaikh bin Ahmad bin Abdullah bin Ali Bafaqih yang lebih terkenal dengan sebutan “Habib Syaikh Boto Putih Surabaya”. Beliau adalah seorang ulama kelahiran kota Syihr, Yaman pada tahun 1212 H /1812 M yang datang ke Surabaya pada tahun 1251 H/1830 M. Ketika Habib Syaikh bin Ahmad Bafaqih datang ke Surabaya, saat itu beliau masih berusia 39 tahun. Di Surabaya, selain beliau sebagai mursyid thariqah (guru thariqah), ahli fiqih, ahli ilmu tauhid, dan tasawuf, beliau juga mengajar para santri dengan melalui “thariqah mahabbaturrasul” (metode cinta Rasul) dalam dakwahnya. Tercatat dalam Kitab Iqdat al-Farid Fi Jawahir al-Asanid karya Syaikh Yasin al-Fadani, sebagaimana dikutip Nuruddin bahwa Habib Syaikh bin Ahmad Bafaqih merupakan salah satu sanad ilmu fiqih & ilmu hadist di Indonesia. Ia juga guru berbagai aliran thariqah seperti: al-Naqsyabandiyah, al-Qadiriyah, al-Syadziliyah, al-Samaniyah, dan lain-lainnya. Habib Syaikh bin Ahmad Bafaqih wafat pada bulan Syawal 1289 H/ 1888 M, dalam usia 77 tahun dan dimakamkan di Boto Putih, Surabaya.
Secara khusus, dalam lingkungan ISHARI dikatakan bahwa thariqah mahabbaturrasul adalah sebuah amalan bacaan shalawat yang bersifat khusus dan dilaksanakan bersama-sama, serta tidak perlu berbaiat kepada seorang guru mursyid sebagaimana lazimnya thariqah-thariqah yang ada. Dalam hal ini, thariqah-thariqah yang ada seperti; thariqah Qadiriyyah, thariqah Naqsyabandiyah, thariqah Sadziliyyah, thariqah Satthariyah, thariqah Shiddiqiyah, dan lain-lainnya, dimana untuk memasuki dan mengamalkan amalan thariqah tersebut harus berbaiat terlebih dahulu kepada seorang guru mursyid dalam komunitas tersebut. Sementara untuk memasuki dan mengamalkan amalan sebuah “thariqah mahabbah” yang dimaksud ISHARI, tidak memerlukan baiat terlebih dahulu kepada seorang guru mursyid didalamnya.
Bermula dari KH. Abdurrahman inilah, maka thariqah mahabbah diturunkan kepada putranya yang bernama KH. Abdul Hadi. Selanjutnya, KH. Abdul Hadi menurunkan “thariqah mahabbah” ini kepada putranya yang bernama KH. Abdurrahim Pasuruan. Pada masa KH. Abdurrahim Pasuruhan inilah mulai dibentuk sebuah organisasi sebagai wadah para pengikut tharikah mahabbah, yang diberi nama ISHARI (Ikatan Seni Hadrah Republik Indonesia) tanggal 15 Rajab 1378/ 23 Januari 1959 M. Adapun tokoh ulama dari Nahdlatul Ulama sebagai pemrakarsa berdirinya ISHARI adalah; 1) KH. Abdul Wahhab Hasbullah (Rais Am PBNU); 2) KH. Bisri Syamsuri (Rais PBNU); 3) KH. Idham Khalid (Ketua Tanfidz PBNU); 4) KH. Saifuddin Zuhri; 5) KH. Ahmad Syaiku; dan 6) KH. Muhammad (putra KH. Abdurrahim) Pasuruan.
Seiring dengan berjalannya waktu Ishari menjadi besar dan terkenal di wilayah jawa timur, salah satunya yakni di sidoarjo, dan di desa tropodo kami juga termasuk. Masyarakat di desa tropodo sangat suka dengan ishari dan sudah di anggap sebagai budaya turun temurun. Dalam walimah atau acara-acara yang diselenggarakan desa yg berbau keagamaan, pasti mengikut sertakan Ishari di dalamnya. Maka kalau diihat secara budaya, maka  ishari sudah melekat dan sangat digandrungi mayoritas masyarakat tropodo.
Ishari sendiri menurut saya adalah sebuah metode dakwah yang sarat akan filisofi dan tasawwuf. Mungkin lebih dikenal dengan dakwah sufistik, yakni dakwah yang cukup terkenal ada di timur tengah. Karena dalam setiap elemen-elemen ishari mengandung banyak nilai-nillai tasawwuf yang dapat dijadikan dakwah.
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa metode dakwah yang digunakan ISHARI adalah melalui “thariqah mahabbaturrasul” (metode cinta Rasul). Di samping sebagai metode berdakwah, thariqah mahabbaturrasul juga dipakai sebagai jalan atau cara yang sistematis untuk menuju ke hadhirat Allah dan Rasul-Nya di lingkungan ISHARI. Thariqah mahabbah ini didasarkan pada syair ISHARI yang berjudul “Anta Hadhir”, yang di dalamnya terdapat ungkapan “al-mahabbah hiya diinii” (cinta Allah & Rasulullah adalah jalanku).
Dalam hal ini saya pernah mendengar keterangan dari KH. Masykur Muhammad (pemuka ISHARI Blitar), ketika shalawatan hadrah (Isharian) di masjid Baitul Makmur, Sekardangan, Kanigoro, Blitar, bahwa thariqah mahabbah ini sebenarnya sudah banyak dilaksanakan oleh para ahli tasawwuf seperti Rabi’ah al-Adawiyah, dan lain-lainnya.
Dalam pandangan tasawuf, mahabbah (cinta) merupakan pijakan bagi segenap kemuliaanhal, sama dengan taubat yang merupakan dasar bagi kemuliaan maqam, karena mahabbah pada dasarnya adalah anugerah yang menjadi dasar pijakan bagi segenap hal, kaum sufi menyebutnya sebagai “anugerah tertinggi”. Rabi’ah al-Adawiyah dianggap sebagai seorang sufi yang meletakkan dasar cinta (al-mahabbah) sebagai jalan menuju Tuhannya. Adapun di antara syair Rabi’ah yang menunjukkan cinta kepada Allah adalah: “... bahwa saya menyembah-Nya karena rindu dan cinta kepada-Nya”. Dalam hal ini, Hamka sebagaimana dikutip Toriquddin pernah mengatakan: “Cinta murni kepada Tuhan, inilah puncak tasawuf Rabi’ah. Pantun-pantun kecintaan pada Ilahi, yang kemudian banyak keluar dari ucapan sufi yang besar sebagaimana Fariduddin al-Athar, Ibnu Faridh, al-Hallaj, Jalaluddin Rumi, dan lain-lain, telah dimulai lebih dahulu oleh Rabi’ah.”
Dakwah ISHARI melalui thariqah mahabbah(cinta Rasul) didasarkan pada hadist yang diriwayatkan Anas dari Rasulullah saw: “Ada tiga hal yang dengannya, seseorang akan merasakan manisnya iman, yaitu 1) hendaknya Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada selainnya; 2) hendaknya seseorang mencintai seseorang hanya karena Allah; 3) hendaknya seseorang benci untuk kembali kepada kekafiran, sebagaimana dia benci untuk dimasukkan ke dalam neraka.” Thariqah mahabbah dalam ISHARI mengajarkan cinta kepada Allah dan Rasulullah saw melalui bacaan Kitab Maulid Syaraf al-Anam dan syair-syair shalawat yang ada di dalam Kitab Diwan Hadrah.

Dalam amaliyah “thariqah mahabbaturrasul” organisasi ISHARI, ada beberapa hal yang dilakukan para pengikutnya untuk mengekspresikan cintanya kepada Allah dan Rasulullah. Pertama, mengenai bacaan shalawat yang dilantunkan oleh organisasi ISHARI. Hal ini ada dua kitab sebagai pegangan yaitu; 1) Kitab Maulid Syaraf al-Anam sebagai sumber bacaan utama; 2) Kitab Diwan Hadrah sebagai sumber bacaan mengenai syair-syair yang digunakan untuk jawaban, sambil melakukan tarian raddat. Sementara dalam Kitab Maulid Syaraf al-Anam berisi bacaan yang berupa “syair” dan “natsar”. Pemimpin bacaan “syair” disebut Hadi (Guru Hadi/Badal Hadi), sedangkan seorang yang membaca “natsar” disebut Rawi (pembaca riwayat Nabi Muhammad saw).
Kedua, mengenai irama bacaan syair dalam lingkungan ISHARI. Hal ini ada tiga jenis yaitu; 1) Irama Juz atau yang biasa kita sebut jros, dimana syair mengikuti irama dua kali, dua ketukan tangan dengan tempo agak lambat secara terus menerus sampai tuntas, “tak-dik, tak-tak”. Penamaan “Juz” berati bagian, yang maksudnya bahwa dua kali, dua ketukan ini mempunyai filosofi yang sangat unik. Yakni untuk mengingat dua kalimah syahadat yang mana tidak boleh pisah dari seorang yang beriman. 2) Irama Yahum, dimana syair mengikuti irama tiga kali ketukan tangan dengan tempo lebih cepat dari irama juz sampai tuntas, “tak-dik-tak”. Penyebutan “Yahum” mengandung filosofi yang indah. Ia diambil dari kata “Ya Huwa” yang artinya “Dialah Tuhanku”. 3) Irama Tareem, dimana syair mengikuti irama tiga kali ketukan dengan tempo sangat cepat sampai tuntas, “tak-dik-tak”. Penyebutan “Tareem” diambil dari kata “Tareem” yang merupakan nama kota di Yaman. Irama Tareem ada tiga yaitu; a. Tareem Inat (tak-tak-dik); b. Tareem Rojaz (dik-tak-tak-tak); dan c. Tareem Biasa (tak-dik-tak).
Ketiga, posisi penabuh rebana (ad-duff) dalam lingkungan ISHARI. Posisi ditengah adalah Guru Hadi, disamping kanan Guru Hadi ada tiga orang penabuh rebana, dan di sampinh kiri Guru Hadi juga ada tiga orang penabuh rebana. Hal ini dalam kalangan ISHARI mengandung filosofi yang unik pula. Tiga penabuh rebana disamping kanan Guru Hadi menunjukkan “tiga pokok ajaran Islam”, yaitu Iman-Islam-Ihsan. Sementara tiga penabuh rebana disamping kiri Guru Hadi menunjukkan “tiga pokok ilmu dalam Islam”, yaitu Ilmu Tauhid-Ilmu Fiqih-Ilmu Tasawwuf.
Keempat, irama syair dalam lingkungan ISHARI. Irama pukulan/ketukan dalam ISHARI bukan hanya sekedar irama pukulan/ketukan biasa. Akan tetapi irama pukulan/ketukan dalam ISHARI mengandung makna filosofis yang berfungsi sebagai “thariqah mahabbah” (metode/jalan cinta Allah & Rasulullah). Sehingga dalam hal ini, untuk menguasainya harus melalui bimbingan Guru Hadi. Adapun penjelasan filosofi ketukan tersebut adalah: 1) Irama pukulan Juz: berbunyi “tak-dik-tak” selaras dengan notasi Hu-All-Loh atau lafadz Mu-Ham-Mad; 2) Irama pukulan Yahum: merupakan simbol “Lailahaillallah” dan “Muhammadur-Rasulullah”. Dalam irama Yahum ada tiga notasi yang dipadukan yaitu, a. krotokan (wedokan), terdiri lima hentakan “taktak-taktak-dik” yang berarti pengamalan lima rukun Islam, b. penyela (tengahan), terdiri dari empat hentakan “tak-tak-tak-dik” yang bermakna sumber hukum Islam ada lima yaitu al-Qur’an, al-Hadist, al-Ijma, al-Qiyas, c. pengonteng (lanangan), terdiri dari tiga hentakan “tak-dik-tak” yang bermakna pokok ajaran Islam yaitu Tauhid, Fiqih, dan Tasawwuf. 3) Irama pukulan Tareem: secara umum arti filosofisnya sama dengan Yahum.
Kelima, roddat. Istilah “roddat” berasal dari Bahasa Arab kata kerja rodda-yaruddu-roddan, yang berarti mengembalikan, membalas, dan menolak. Ada tiga hal yang dilakukan oleh seorang yang sedang roddat, yaitu: 1) membalas lantunan shalawat yang dikumandangkan oleh Guru Hadi; 2) melakukakan “raqs” (gerakan tarian khusus ISHARI); 3) melakukan “tashfiq” (tepuk tangan khusus ISHARI); 4) Melakukan “suluk” dalam istilah ahli tasawwuf, kalau dalam bahasa Jawa “sambat maring Gusti Alloh” atau dalam Bahasa kita disebut “cerek”. 
Adapun maksud dan tujuan raddat adalah: 1) gerakan dan tarian dalam raddat merupakan tasbih dan zikir kepada Allah; 2) melahirkan rasa senang dan gembira atas kelahiran Nabi Muhammad saw; 3) pada saat tepuk tangan [tashfiq] dimaksudkan melahirkan rasa suka cita akan kehadiran Nabi Muhammad saw di muka bumi ini; 4) Suluk kecil (sambat; Bahasa Jawa) dimaksudkan untuk bermunajat dan mengadu kepada Allah serta memohon syafaat Rasulullah saw. Sementara dalam raddat menggunakan gerakan badan dibagi dua macam, yaitu: 1) raddat badan dengan mengikutsertakan anggukan kepala diserasikan dengan notasi rebana, mengilustrasikan penulisan lafadz “Allah”; 2) raddat badan dengan tarian tangan, mengilustrasikan penulisan lafadz “Muhammad”.
Maka tak heran selain metode dakwah, ishari juga dijadikan pengembangan minat, kekreaifan dan seni untuk para warga desa tropodo. Pelaksanaan ishari juga rutin dilakukan di desa tropodo. Selain dalam perayaan tertentu, ishari juga dilaksanakan rutin dua minggu sekali di wilayah ranting tropodo sendiri. Semnetara setiap minggu biasanya ada ishari kalangan se-jawa timur ataupun se-cebang sidoarjo, tergantung kepada yang punya hajat. Bahkan dalam memperingati haul pendiri-pendiri desa tropodo, yang dijadikan bentuk perayaan adalah istighosah akbar dan ishari se-jawa timur.
            Jadi tak heran ishari merupakan suatu metode dakwah yang sangat efektif dalam membangun kepribadian islam setiap masyarakat desa tropodo. Saya sendiri juga aktif dalam ishari dan menyukainya. Ishari adalah untuk semua umur, bukan untuk orang dewasa, bahkan dalam kalangan pun ada anak-anak baru 5 tahun sudah lincah melakukan roddat. Ishari juga tak mengenal jumlah. Sebanyak apapun, silahkan ikut melakukan roddat, cerek, tashfiq. Berbeeda dengan festifal banjari. Banjari terdiri dari 5 orang vocal dan 5 orang penabuh. Kemudian yang lain hanya diam mendengarkan dan menyaksikan. Sementara ishari, walaupun ada 1000 orang, maka 1000 ornag tersebut dapat ikut melakukan roddat bersama-sama. Dan yang menjadi guru hadi, atau yang membawakan sholawat, terkadang bukan orang sembarangan. Kebanyakan mereka adalah kyai Nu atau pemuka masyarakat.dan yang lebih mengenakkan lagi, ishari bebas dari unsur politik, korupsi, dan tindakan anarki. Ishari juga layaknya Nu, memiliki kepengurusan sendiri di tingkat wilayah yang berbeda-beda. Seperti pimpinan ranting, pimpinan anak ranting, pimpinan cabang, dan seterusnya….
               Pada intinya ishari itu NU.. dan Sholawatannya Orang NU itu Ishari....

Ishari Cabang Sidoarjo yang para AS nya adalah ranting Tropodo..




)Nb : AS yang dimaksud adaah orang-orang yang ada di barisan depan, yang memimpin roddat para            makmum yang ada dibelakangnya


Total comment

Author

Unknown

0   komentar

Cancel Reply