Riuh sana-sini. Untaian kalimat tersebar
dimana-mana, berupa apa saja, dan. Sibuk para aktivis,oknum,lembaga,organisasi
yang sibuk merayakan peringatan hari santri nasional dengan cara mereka masing.
Ya, sekarang tanggal 21 Oktober 2017, dan besok adalah 22 oktober, yang
sebagaimana kita tahu itu adalah peringatan hari santri nasional. Ada yang
menyambutnya dengan mengadakan mejlis Qur’an, mengkhatamkan Qur’an
Bersama-sama. Ada yang menyambutnya dengan majlis diba’. Ada yang hanya
mencetak banner besar ukuran 3x6 meter dengan isi ucapan hari santri nasional.
Dan yang sudah pasti kita tahu, yang terbesar adalah perayaan hari santri yang
diadakan di Gelora D`elta sidoarjo (GOR) dengan acara Ngaji kitab kuning
Bersama 50.000 santri yang dihadiri ole presiden Joko Widodo dan diprediksikan
akan kembali memecahkan rekor MURI seperti perayaan sebelumnya. Sangat besar,
sangat gebyar!
Namun
alangkah indahnya semua perayaan dan penghargaan itu diiringi dengan suatu
sikap mawas diri dari setiap individu, lebih menghargai makna filosofis dari
ditetapkannya hari santri nasional tersebut, kemudian mengimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Jangan hanya berlomba-lomba merayakan dengan acara-acara
megah, namun juga harus berlomba memaknainya.
Hari
santri nasional terhitung bukan barang lama, karena ditetapkannya hari tersebut
melalui keppres RI no. 22 tahun 2015. Penetapan hari santri tersebut merupakan
salah satu janji politik presiden Jokowi ketika kampanye pilpres. Terlepas
hanya dijadikan kepentingan politik atau tidak, setelah menjadi presiden,
banyak kalangan terutama Said Aqil Siradj (ketua umum PBNU 2010-2015) yang
menuntut kepada presiden untuk segera menetapkan hari santri nasonal.
Awalnya ada niatan untuk menetapkan 1 muharrom sebagai hari santri, namun kemudian setelah mendapat masukan dari berbagai kalangan, hari santri kemudian diperingati setiap tanggal 22 oktober. Tanggal tersebut merujuk pada waktu disepakatinya resolusi jihad (seruan ulama kepada santri yang mewajibkan setiap muslim Indonesia wajib membela tanah air dan mempertahankan NKRI) para ulama dan tokoh santri lah yang pada tanggal 22 oktober 1945 di masa perang kemerdekaan yang telah memantik terjadinya peristiwa heroik 10 november.
Terdapat
juga ketidaksetujuan dari beberapa kalangan dengan penetapan Hari Santri.
Beberapa alasannya yaitu dikhawatirkan akan menimbulkan pengelompokan antara
santri dengan yang bukan santri. Ini bisa dilihat dari surat terbuka
Cendikiawan muslim dan tokoh Muhamaddiyah Din Syamsuddin kepada Presiden Joko
Widodo yang berisi harapan pada pemerintah untuk membatalkan rencana penetapan
Hari Santri Nasional.
Penetapan Hari Santri sejatinya merupakan
bentuk penghargaan pemerintah terhadap peran para santri dan ulama dalam
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Hari Santri juga ditujukan untuk
mengenang peran tokoh-tokoh santri seperti K.H. Hasyim As‘yari dari Nahdlatul
Ulama, K.H. Ahmmad Dahlan dari Muhammadiyah, T.A. Hassan dari Persis, dan tokoh
agama lainnya. Karena dalam sejarahnya para santri memiliki peran historis
dengan mewakafkan hidupnya untuk mempertahankan kedaulatan NKRI dan mewujudkan
cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Sebagaimana Resolusi Jihad yang
dicetuskan ulama Pendiri NU KH. Hasyim Asy'ari pada 22 oktober 1945 di Surabaya
guna mengatasi kembalinya tentara kolonial belanda atas nama NICA. Seruan
Resolusi Jihad ini adalah "Membela tanah air dari penjajah hukumnya
fardlu’ain (wajib bagi setiap individu)".
Sontak para santri bergabung dengan
seluruh elemen bangsa melakukan resolusi jihad dengan caranya masing-masing;
menyusun kekuatan di daerah-daerah terpencil, melawan penjajah, mengatur
strategi, dan mengajarkan kesadaran arti kemerdekaan bangsa Indonesia. Resolusi
Jihad telah menambah semangat dan seperti energi tambahan bagi para santri
untuk menyerang markas Brigade 49 Mahratta pimpinan Brigadir Jenderal Aulbertin
Walter Sothern Mallaby di Surabaya. Pertempuran selama 3 hari (27 s/d 29
Oktober 1945) ini berujung pada tewasnya Jenderal Mallaby bersama dengan lebih
dari 2000 pasukan inggris. Ini kemudian memicu serangan balik angkatan perang
Inggris pada peristiwa 10 November 1945 (yang diperingati sebagai Hari
Pahlawan).
Presiden Jokowi meyakini penetapan Hari
Santri Nasional tidak akan menimbulkan sekat-sekat sosial ataupun polarisasi
antar santri dengan non santri, tapi justru akan memperkuat semangat
kebangsaan, mempertebal rasa cinta tanah air, memperkokoh integrasi bangsa,
serta memperkuat tali persaudaraan untuk bersatu dalam keberagaman baik suku,
agama, maupun budaya.
Menurut Menteri Agama RI Lukman Hakim
Saifuddin, hari santri adalah penegasan bahwa Indonesia adalah negara
demokratis sekaligus religius. Juga mendorong kesadaran kolektif pentingnya
mempertahankan reIigiusitas Indonesia yang moderat di tengah percaturan
ideologi agama zaman sekarang yang cenderung ekstrim.
Maka pada letak inilah peran santri
diperlukan, seorang muda mudi dengan semangat masih menggebu-gebu, dengan
sejuta mimpi yang masih sangat mungkin untuk diwujudkan. Di tengah perkembangan
zaman dan teknologi sekarang santri masih dan harus terus memupuk iman sambil terus
belajar, peka terhadap lingkungan sosial, dan bergerak aktif untuk menolong sesama
dalam kebaikan. Karena keseimbangan agama dan nasionalisme lah yang diperlukan
untuk pemimpin sekarang, sinkronisasi ilmu dan amal.
Para santri, generasi yang lahir dari
lingkungan pesantren. Aktifitas 24 jam dalam sehari dipantau dan dibatasi
dengan peraturan. Bukan keterbatasan berfikir dan berkarya yang mengekuh
mereka, melainkan keterbatasan pada sifat-sifat duniawi yang tanpa arah. Sistem
pendidikan melalui kajian kitab kuning membentuk karakter santri berbeda dengan
lainnya. Karakter santri itu mandiri, pantang menyerah, tangguh dan lillahi
ta’ala. Karakter yang melekat pada santri bukan hanya melalui proses belajar
belaka, praktik keseharian menjadikan bukan hanya ilmu dipelajari tapi juga
diamalkan.
كذاك أدبت Øتى صار من خلقى # أنى وجدت ملاك
الشيمة الأدب
“Dengan pendidikan
seperti itulah aku dididik, sehingga hal tersebut menjadi akhlakku. Aku telah
menemukan, sesungguhnya pembentukan akhlak itu benar-benar melalui pendidikan.” (Syarah Ibnu Aqil Ala Alfiyah ibni
Malik, bab dzonna wa akhwaatuha)
Dengan adanya hari santri nasional ini,
kaum bersarung dan peci tidak boleh dianggap remeh lagi, udik, dekil, dan
gaptek. Santri punya andil besar dalam mempertahankan Indonesia dari penjajah. Begitupun
zaman sekarang, santri akan terus maju, berkembang, dan belajar dengan diiringi
kepribadian yang tawadhu’ dan lillahi ta’ala. Mulai besok, tanggal 22 Oktober
2017, dan kemudian di hari-hari seterusnya, santri akan terus mewarnai
Indonesia.
#Salam Belajar, Berjuang, Bertaqwa.